Skip to content

Metrik Mana yang Sebenernya Penting untuk Website

Updated: at 19.00

Ada masalah yang sering dialami product team: dashboard analytics punya puluhan metrik, tapi tetap bingung kenapa konversi stagnan. Pageviews naik, bounce rate turun, tapi revenue flat.

Is this actionable insights meme - dashboard dengan 50 metrics

Ternyata, banyak metrik yang kita track itu sebenarnya noise.

Yang kita butuhkan adalah outcome-based metrics: metrik yang terhubung langsung dengan aksi nyata user dan dampaknya ke bisnis. Bukan sekadar “berapa banyak orang yang lihat halaman ini,” tapi “berapa yang benar-benar melakukan sesuatu yang penting?”

Artikel ini rangkum 10 metrik yang worth it diperhatiin, terutama kalau kamu PM atau lagi handle tim growth. Ini metrik yang dipake tim-tim product buat bikin keputusan lebih grounded.

Kenapa Outcome-Based Metrics Penting

Retention = f(Activation, Engagement, Resurrection)

Kalau kamu familiar dengan framework growth dari Reforge, kamu tahu bahwa retention itu output, bukan input. Yang kita optimasi adalah activation, engagement, dan resurrection. Tapi kalau metrik yang kita track nggak mencerminkan aktivitas user yang nyata, kita bakal optimasi hal yang salah.

Typical symptom: tim kerja keras improve metrics, tapi business outcome nggak berubah. Development time berbulan-bulan terbuang karena fokus ke metrik yang salah.

Outcome-based metrics membantu kita fokus ke hal yang benar-benar matter: apa yang user lakukan, dari mana mereka datang, apakah mereka convert, dan berapa cost-nya.

1. Users (Filtered for Bots)

Yang dimaksud “users” di sini bukan sembarang angka pengunjung. Tapi unique visitors yang benar-benar manusia (bot sudah difilter).

Raw pageviews bisa misleading kalau bot traffic nge-inflate angka. User itu metrik paling fundamental, soalnya metrik lain nggak ada artinya kalau nggak ada yang pake produk kamu.

Tools macam Microsoft Clarity otomatis filter bot dari user count. Google Analytics juga punya opsi buat exclude bot traffic.

Yang worth it: breakdown by segment (mana yang paying users, mana yang free trial, mana yang power users). Ini bantu ngerti apa growth dateng dari segment yang bener. Remember: optimizing for incorrect audience itu salah satu dari tiga kesalahan fatal dalam retention metrics.

2. Sessions (Bukan Pageviews)

Session adalah single visit dari user, menangkap semua halaman yang mereka lihat dan aksi yang mereka lakukan selama kunjungan itu.

Fokus ke sessions, bukan pageviews, bantu kamu ngerti real user journeys. Session count tinggi dengan multiple pages per visit nunjukin engaged users. Sessions dengan sedikit interaction bisa jadi tanda ada masalah di content atau UX.

Tools macam Clarity sama Google Analytics otomatis track sessions. Yang menarik dari Clarity, dia juga bikin session recordings sama heatmaps. Jadi kamu bisa liat behavior di balik angka.

Remember: User bisa punya multiple sessions. Satu user yang balik lima kali dalam seminggu itu berbeda dari lima users yang datang sekali doang. Context matters.

3. Traffic Channels

Ini tentang dari mana visitors kamu datang: organic search, social media, AI platforms, paid ads, atau referrals.

Knowing which channels yang bawa traffic paling valuable bantu kamu optimize campaigns sama allocate budget lebih bijak. Bukan cuma “channel mana yang bawa traffic paling banyak,” tapi “channel mana yang bawa users yang beneran convert.”

Most analytics tools bisa breakdown traffic by channel. Yang perlu diperhatiin: tiap platform punya cara beda buat attribute channels. Google Analytics 4 aja punya 16 dimensions buat channel/medium metrics. Clarity punya satu straightforward view.

Tiap marketing team perlu carefully decide pendekatan attribution mana yang cocok. Nggak ada one-size-fits-all.

Yang menarik: channel dengan traffic kecil tapi conversion tinggi often lebih valuable daripada channel dengan traffic besar tapi conversion rendah. Worth it track conversion rate per channel, bukan cuma traffic volume.

4. AI Referrals (Metrik yang Mulai Penting)

Ini visitors yang datang dari AI platforms seperti ChatGPT, Claude, Gemini, Copilot, atau Perplexity.

Analysts predict traditional search volume bakal drop 25% by 2026 karena AI chat tools jadi gateway utama ke web. Beda sama traditional search users, AI-referred visitors sering skip homepage dan langsung land di deeper content pages. Mereka juga tend to come with higher intent, bikin mereka valuable group buat dipahami.

Microsoft Clarity otomatis separate traffic ini jadi dua groups:

Breakdown ini memudahkan compare performance organic vs paid AI channels tanpa setup tambahan.

Yang menarik: AI referrals itu contoh sempurna kenapa outcome-based metrics penting. Kalau cuma track “total traffic,” kamu nggak bakal tau behavior AI-referred users itu beda, dan miss kesempatan buat optimize experience mereka.

5. Conversions by Channel (Ini yang Sebenarnya Matter)

Ini number of desired actions (sign-ups, purchases, downloads) yang completed per traffic source.

Conversions itu salah satu metrik paling vital di website. Conversion adalah first step anonymous user jadi named lead dan eventually customer.

Tapi tau berapa banyak conversions nggak cukup. Buat build efficient lead generation engine, kamu perlu attribute conversions ke specific channels. Ini yang bikin kamu tau channel mana yang paling efektif buat drive users yang convert. Jadi kamu bisa double down di yang working dan fix atau divest dari yang nggak.

Cara track: Analytics platforms (Clarity, Google Analytics, Adobe) let you define “conversion events” (form fills, purchases, signups, etc.). Events ini tied back to traffic channels. UTM parameters bisa strengthen attribution dengan label traffic dari specific campaigns.

Level lanjut: Untuk teams yang mau go deeper, integrating CRM systems atau revenue analytics platforms enables attribution down to leads, pipeline, dan revenue. Approach ini lebih granular tapi comes with added complexity and cost.

Remember: Ini directly related to CAC (Customer Acquisition Cost) dan LTV:CAC ratio yang kita bahas di unit economics. Channel dengan conversion rate tinggi usually punya CAC lebih rendah, dan itu yang bikin bisnis sustainable.

6. Bounce Rate

Percentage of visitors yang leave site setelah viewing only one page.

Kenapa penting: High bounce rate bisa indicate poor UX, irrelevant content, atau slow-loading pages. Conversely, very low bounce rate bisa jadi signal bahwa tracking setup nggak bener.

Bounce rate typically tracked di Google Analytics atau Adobe Analytics. Microsoft Clarity nggak measure bounce rate directly, tapi kasih related behavioral insights (kayak average scroll depth, engagement heatmaps, sama session recordings) yang help you understand why visitors leave.

Banyak marketers pake combination: GA buat bounce rate percentage, Clarity buat diagnose what’s driving it. Approach yang make sense. Angka kasih tau “what,” behavior analytics kasih tau “why.”

Caveat: Bounce rate itu context-dependent. Blog post dengan bounce rate 70% bisa aja normal (orang datang, baca artikel, pergi). Tapi landing page produk dengan bounce rate 70% itu masalah.

7. Average Scroll Depth

How far users scroll down a page on average.

Scroll depth itu strong indicator of content engagement. Low scroll depth nunjukin halaman butuh improvements kayak stronger CTAs, better readability, atau improved content placement.

Behavior analytics tools otomatis measure scroll depth across all pages. Ini bantu kamu liat which content keeps users engaged.

Typical pattern: users scroll 50-60% di article pages, tapi cuma 20-30% di landing pages (karena CTA biasanya di atas). Kalau scroll depth terlalu rendah di halaman yang content-heavy, itu signal opening nggak compelling enough atau content structure perlu diperbaiki.

Kombinasi scroll depth sama heatmaps bisa revealing. Kadang users scroll tapi nggak click apa-apa, bisa jadi CTA-nya nggak jelas atau placement-nya salah.

8. Organic Clicks (Outcome yang Nyata dari SEO)

Number of times users actually click through dari search engine results page (SERP) ke website kamu.

Kenapa penting: Organic clicks adalah true outcome-based metric. Impressions atau average keyword rankings bisa look impressive, tapi nggak always translate ke site visits atau conversions. Clicks show whether your SEO efforts are generating tangible results. More clicks = more opportunities to convert visitors into leads atau customers.

Cara track: Best tracked dengan combination of Google Search Console atau Bing Webmaster Tools. Di analytics platform (GA, Adobe, atau Clarity), kamu’ll see traffic ini reflected under organic search channel, di mana kamu bisa measure how those visitors behave once they land.

Two-step view yang helpful: Search Console buat clicks (volume) + analytics buat behavior (quality). Ini kasih both sides: “berapa yang datang” sama “apa yang mereka lakukan setelah datang.”

Yang lebih penting dari clicks: clicks yang convert. Worth it breakdown organic clicks by landing page, see which pages punya highest conversion rate.

9. Average Cost Per Acquisition (CPA)

Average amount yang kamu spend untuk acquire single customer atau lead.

Rumus:

CPA = Total Marketing Spend / Number of Conversions

Kenapa penting: CPA adalah true outcome-based metric yang directly links spend to results. CPA tells you whether marketing investments kamu efficient dan sustainable. Keeping eye on CPA helps you optimize budgets, prioritize channels, run cost-effective campaigns, dan drive profitability.

Cara track: Most analytics dan advertising platforms provide CPA calculations automatically. Google Ads, Microsoft Ads, Meta Ads Manager, LinkedIn Campaign Manager akan show CPA per campaign atau channel.

Yang menarik: CPA nggak limited to paid channels. Kamu juga bisa calculate untuk organic, referral, atau AI-driven traffic dengan divide costs (content production, SEO investment, agency fees) by number of conversions yang channels itu generate.

Remember: Ini directly related to unit economics. Kalau CPA kamu lebih tinggi dari LTV (Lifetime Value), kamu basically bayar orang untuk pakai produk kamu. Target LTV:CAC ratio yang healthy adalah minimal 3:1.

Pro tip: Behavioral analytics tools seperti Clarity bisa integrate directly dengan Microsoft Ads dan Google Ads. Jadi kamu nggak cuma see berapa cost per acquisition, tapi juga how those visitors engage once they arrive.

10. Performance Score & Core Web Vitals

Set of metrics yang measure speed, responsiveness, dan visual stability dari site. Commonly including:

Kenapa penting: Fast, stable, dan responsive websites keep users engaged, improve SEO rankings, dan increase conversion rates. One study found bahwa websites yang load in 1 second punya conversion rate 3x higher daripada sites yang load in 5 seconds dan 5x higher daripada yang load in 10 seconds.

Conversely, slow atau janky experiences bisa lead to higher bounce rates dan lost conversions.

Cara track: Tools seperti Google Lighthouse provide detailed performance scores. Something to note: evaluating multiple pages entails either running reports page by page (dan reports slow to load) atau automating through CI/CLI.

Alternatively, Microsoft Clarity otomatis aggregates performance data across all pages on domain atau directory, kasih kamu holistic view at a glance.

Praktiknya: Performance optimization adalah typical case where product & engineering play larger role dalam acquisition dan retention (remember “The Game Has Changed” dari Reforge?). Improve loading speed bisa significantly impact conversion tanpa perlu ubah content atau design.

Mulai dari Mana

Kalau mau mulai track metrics ini, nggak perlu langsung setup semua sekaligus. Start simple aja.

Install minimal GA4 sama Clarity buat behavioral insights. Define conversion events yang penting buat bisnis kamu (bisa sign-up, purchase, atau demo request). Setup UTM parameters buat track dari mana traffic dateng. Ini baseline yang cukup buat minggu pertama.

Setelah data mulai masuk, breakdown traffic sama conversions by channel. Channel mana yang punya conversion rate paling tinggi sama CPA paling rendah? Ini “kaki kuat” kamu, channel yang paling bisa diandelin. Focus di sini dulu.

Kalau udah tau channel terbaik, baru liat detail behavior-nya. Check bounce rate sama scroll depth buat key landing pages. Watch session recordings buat ngerti kenapa user drop off. Ini yang bantu kamu identify masalah spesifik.

Terus experiment di satu landing page dulu. Track impact ke conversion rate sama CPA. Yang works, double down. Yang nggak, stop atau pivot.

Worth it start dengan maksimal 3 metrics buat difokusin. Few metrics yang bener-bener kamu understand sama act on often lebih berguna daripada dashboard penuh angka tapi nggak actionable.

Yang Sering Salah

Ada tiga kesalahan yang sering gue liat bikin metrics jadi “silent killer”. Kelihatan oke dari luar (punya dashboard, punya metrik) tapi busuk di dalam.

Pertama, salah pilih frekuensi. Liat kompetitor pake daily active users, langsung pake juga. Padahal produk kamu usage-nya natural weekly atau monthly. Hasilnya? Tim optimize ke arah yang salah. Product management tool yang dipake seminggu sekali nggak bisa dipake metric daily active users, soalnya bakal misleading.

Kedua, salah pilih core action. Fokus ke “page views” padahal yang penting itu “completed purchases.” Tim kerja keras, development time berbulan-bulan, tapi nggak ningkatin metrik yang beneran matter. Ini yang gue maksud sama optimasi hal yang salah di opening tadi.

Ketiga, salah target audience. Fokus ke free users padahal yang drive revenue itu power users. Resource habis buat segment yang contribution-nya minimal ke bottom line. Better fokus ke segment yang retention-nya tinggi sama willingness to pay-nya jelas.

Kesimpulannya

Focusing on the right metrics bisa transform how you understand dan grow website. Outcome-based metrics (kayak organic clicks, conversions by channel, sama average CPA) kasih clear insight into what’s actually driving results, bukan cuma surface-level activity.

Beberapa takeaway yang mungkin berguna: Track users bukan pageviews (pastiin bot traffic di-filter). Conversions by channel directly tie to business outcomes. Performance matters, 1 second faster loading bisa mean 3x higher conversion. AI referrals adalah trend yang growing, worth it track terpisah. CPA sama conversion rate often lebih telling daripada raw traffic volume.

Mulai dari satu hal yang paling matter buat bisnis kamu. Set up proper tracking, identify channel terbaik, terus iterate based on data. Yang bakal berasa: keputusan lebih grounded, budget lebih efficient, sama team lebih aligned.

Semoga artikel ini berguna, atau setidaknya bikin kamu lebih aware tentang metrik mana yang worth it buat ditrack dan mana yang cuma noise.